Rabu, 23 Oktober 2013

Fatalisme, Hedonisme, Reduksionisme, Vertikal dan Horisontal

Oleh : Eka Sulistyawati (13709251025)
PPs UNY Pendidikan Matematika 2013 Kelas B

      Artikel ini merupakan artikel refleksi perkuliahan filsafat yang dengan pengampu Prof. Dr. Marsigit, M.A pada tanggal Kamis, 10 Oktober 2013. Seperti pada perkuliahan sebelumnya, metode yang digunakan dalam perkuliahan ini adalah dengan membahas beberapa pertanyaan mahasiswa yang sifatnya terbuka. Hal ini dilakukan berdasarkan pendapat Socrates yang menyatakan bahwa ilmu adalah pertanyaan-pertanyaanku. Artinya ilmu pengetahuan dimulai dari sebuah pertanyaan, apa, mengapa, dimana, siapa, dan bagaimana. Maka terdapat beberapa inti pertanyaan yang kemudian ditulis menjadi sebuah refleksi sebagai berikut.
A.     Pasrah dan Maknanya
      Dalam menghadapi sesuatu hal, kadang manusia merasa pasrah. Pasrah dapat memiliki baberapa arti. Pasrah dapat berarti patah semangat atau pasrah dapat diartikan sebagai berserah diri. Pasrah sebagai berserah diri artinya berikhtiar semaksimal mungkin tetapi hasilnya diserahkan kepada Allah SWT. Rasa pasrah ini timbul karena sifat ketidaksempurnaan manusia yang pada hakekatnya manusia hanya bisa berikhtiar tanpa bisa menentukan kualitas atau pencapaian hasil yang pada nantinya akan diperoleh. Ketidaksempurnaan manusia mengakibatkan adanya ilmu artinya ketidaksempurnaannya itu mendorong rasa ingin tahu tentang sesuatu hal, rasa ingin tahu tersebut merupakan benih dari suatu pertanyaan, pertanyaan merupakan sumber dari ilmu (Socrates). Mengingat ada sisi positif dari sebuah ketidaksempurnaan, manusia hendaknya :
1.         Bersyukur atas ketidaksempurnaan itu. Ketidaksempurnaan ini hendaknya membawa manusia ke dalam kehidupan yang lebih baik artinya manusia selalu berusaha mencapai apa yang mereka inginkan.
2.         Senantiasa mohon ampun, karena ketidaksempurnaan menyebabkan manusia bereksperimen melakukan kesalahan. Sesuai dengan Firman Allah dalam Al- Quran Surat An-Naml ayat 19 yang terjemahannya “Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua ibu-bapakku dan untuk mengerjakan amal shalih yang Engkau ridhai, serta masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih”.
      Karena kita sedang dalam rangka berfilsafat, maka ranah kajian filsafat adalah segala yang ada dan yang mungkin ada. Yang sudah terjadi atau yang sudah ada disebut dengan takdir. Sedangkan yang belum terjadi atau yang mungkin ada berupa potensi yang perlu diikhtiarkan atau diusahakan. Hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam Surat Ar-Ra’d ayat 11 yang terjemahannya “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang pada diri mereka”. Berbicara masalah nasib, saya teringat dengan seorang pengarang buku yang mengatakan “jodoh itu memang benar ditangan Tuhan, tapi apabila kita tidak meraihnya jodoh akan tetap di tangan Tuhan”. Hal ini artinya sama bahwa usaha dan kerja keras sangatlah penting, dan janganlah semata-mata menanti nasib yang diberikan Tuhan hanya dengan berdiam diri.
      Artinya jika kita hanya terperangkap dalam fatalisme (pasrah dengan nasib yang diberikan Allah) padahal Allah tidak mengubah nasib suatu kaum jika tidak berusaha, maka seperti punguk yang merindukan bulan. Tidak ada manusia yang dapat memperoleh uang jika hanya berdiam diri, tidak ada manusia yang merasa kenyang jika tidak mencari makan, tidak ada manusia yang merasa teduh jika tidak mencari keteduhan, dll.
B.     Mengapa enak adalah hedonisme?
      Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin untuk menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Selain itu hedonisme juga memandang bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup manusia. Aristoppus membagi kesenangan dalam bentuk gerakan yaitu :
a.       Gerak kasar yang menyebabkan ketidaksenangan seperti rasa sakit
b.      Gerak halus yang membuat kesenangan
c.       Tidak bergerak yaitu sebuah keadaan netral seperti kondisi saat tidur.
      Selain itu ia juga melihat kesenangan sebagai hal yang aktual artinya kesenangan terjadi sekarang dan diwaktu ini. Kesenangan bukan masa lalu atau masa depan. Masa lalu hanya ingatan akan kesenangan dan masa depan adalah hal yang belum jelas. Tokoh hedonisme lain adalah Epikuros. Menurutnya orang yang bijaksana bukanlah orang yang memperbanyak kebutuhan, tetapi mereka yang membatasi kebutuhan agar mencapai kepuasan. Atau dengan kata lain orang yang bijaksana adalah orang yang menghindari tindakan yang berlebihan. Disesuaikan dengan era sekarang ini hal yang bersifat kesenangan atau ketidaksenangan adalah penilaian menurut individu masing-masing. Senang atau tidak senang adalah cara kita mengartikan sebuah keadaan. Dalam menyikapi suatu keadaan hendaknya kita selalu bersyukur atas apa yang diberikan Allah SWT setelah kita berusaha.
C.      Marilah Senantiasa Memohon Ampun
      Sadar atau tidak sadar setiap saat kita telah melakukan reduksi, berbuat tidak adil, melakukan eliminasi, dan menentukan pilihan. Berawal dari sifat manusia, bahwa manusia memiliki ketidaksempurnaan dan keterbatasan. Ketidaksempurnaan dan keterbatasannya ini yang mengakibatkan manusia bersifat reduksionis. Bayangkan saja kita tidak pernah bisa melihat punggung kita sendiri atau leher (githok :Jawa) kita sendiri, hal inilah yang disebut reduksionis artinya kita tidak bersifat adil terhadap punggung dan leher bagian belakang yang sesungguhnya memiliki kesempatan dan hak yang sama untuk dilihat. Karena sifat reduksionis ini manusia harus meminta maaf setiap saat terhadap benda-benda yang direduksi itu, karena manusia selalu berlaku tidak adil terhadap setiap hal atau benda.
      Masih mengenai reduksi, secara harfiah kehidupan ini adalah memilih dan menentukan. Apa yang dipilih diambil, sedangkan yang tidak terpilih dieliminasi. Kemampuan memilih dapat menentukan keberhasilan kita karena berpengaruh pada tepat atau tidaknya untuk keperluan kita. Sehingga kadang manusia melakukan kesalahan-kesalahan dalam memilih.


D.     Bagaimana Mengatasi Perselisihan
      Secara filsafat perselisihan merupakan sintesis dua kekuatan horisontal.  Sehingga untuk mengatasinya dilakukan dengan mendatangkan kekuatan vertikal yang mengeliminir kekuatan horisontal. Gunakan perbedaan dimensi kuasa. “Aku ki sing paling tua nang keluargamu, wis do arep damai ora?”. Misalnya saja ketika ada dua kucing yang sedang berkelahi, sehingga untuk melerainya diperlukan kekuatan lain, misalnya harimau. Begitupula dengan manusia.
      Sadar atau tidak sadar kita mengenal beberapa dimensi kekuatan, sekurang-kurangnya kita menyadari ada paling tidak 2 dimensi kekuatan yaitu kekuatan horisontal dan kekuatan vertikal. Oleh karena itu dengan adanya beberapa dimensi kekuatan ini adanya suatu hukum bahwa “yang kuat yang menang, yang lebih pintar/memiliki banyak ilmu mempermainkan yang kurang berilmu”, dll.
Seringkali adanya penyalahgunaan kekuasaan, misalnya saja saat ini banyak para pemimpin bangsa yang menyalahgunaan kekuasaan. Misalnya saja baru-baru ini Akil Muchtar seorang Ketua Mahkamah Konstitusi diduga menerima suap dalam Sengketa Pemilu Kada Kabupaten Lebak dan Kabupaten Gunung Mas. Inilah salah satu bukti kadang manusia tidak bisa mengemban kekuasaannya untuk kemaslahatan masyarakat umumnya, namun kekuasaan hanya dijadikan ajang untuk mengisi perut dan menggembungkan rekening bank nya sendiri. Padahal dalam dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar Radhiyallahu’anhu menyatakan “Dari Nabi Shallallahu alaihi wassalam bahwa beliau bersabda: Ketahuilah! Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin. Seorang raja yang memimpin rakyat adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap mereka. Seorang istri juga pemimpin bagi rumah tangga serta anak suaminya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Ingatlah! Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya”.
      Oleh karena itu, marilah kita mulai dari diri sendiri untuk memimpin diri sendiri, mengomandani hati kita dan menempatkan spiritual di atas setiap yang kita lakukan agar semua yang kita lakukan berorientasi memperoleh Ridho Allah SWT, dan suatu saat kita dapat mempertanggungjawabkannya kelak. Amin Ya Robbal ‘Alamin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar