Selasa, 24 September 2013

Filsafat dan Segala Hal yang Ada di Dalamnya

Oleh : Eka Sulistyawati (13709251025)
      Tulisan ini dibuat berdasarkan hal-hal yang disampaikan oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A dalam perkuliahan rutin yang dilaksanakan di gedung 103 pascasarjana UNY. Dalam perkuliahan tersebut bapak Prof. Dr. Marsigit, M.A mempersilakan kepada mahasiswa untuk menuliskan satu atau lebih pertanyaan yang ditujukan kepada beliau terkait materi filsafat. Berikut adalah hasil refleksinya.
      Filsafat merupakan olah pikir, apabila kehidupan tidak menggunakan pikiran apa yang akan terjadi. Orang yang tidak menggunakan pikirannya dalam kehidupan dapat diibaratkan seperti orang gila. Berfilsafat merupakan olah pikir yang reflektif, artinya dapat dikembangkan dengan suatu pertanyaan mengapa, apa, bagaimana, dimana, seperti apa, dll. Bahkan ketika kita bertanya mengapa filsafat itu penting?sebenarnya kita telah menggunakan olah pikir kita atau dengan kata lain kita telah berfilsafat. Agar kita dapat berfilsafat dengan  benar dan terarah itu harus disesuaikan dengan konteksnya. Orang Islam berfilsafat berbeda dengan orang Yahudi berfilsafat, dll. Orang yang beragama tentu berbeda dengan orang yang tidak beragama dalam berfilsafat. Oleh karena itu terdapat  beberapan pandangan/paham/aliran filsafat yang berbeda-beda disesuaikan dengan cara pandang seseorang atau sekelompok orang. Olah pikir yang masih terbuka spiritual dan non spiritualnya. Cara berfilsafat yang benar dan terarah adalah :
      Tanya siapa dirimu, apa agamamu, darimana asalmu, apa sukumu, dll. Kadang dalam berfilsafat, bukan jawaban itu yang dimaksud namun penjelasannya. Misalnya saja darimana engkau itu?saya berasal dari masa depan, karena sikapku, cita-citaku, sikapku aku orientasikan atau aku dasarkan dari cita-citaku. Darimana membangun gedung itu?dari atas ke bawah, karena semua material yang digunakan ditanam atau ditancapkan atau dituang dari atas ke bawah. Inilah salah satu olah pikir orang berfilsafat, karena berfilsafat itu memiliki daya bongkar.
      Bangsa Timur dikenal sebagai bangsa yang beragama dan memiliki kepercayaan. Seperti halnya Indonesia, Negara Indonesia yang memiliki ideologi Pancasila yang didalamnya memuat sila (Ketuhanan yang Maha Esa), artinya letakkan spiritual sebagai pondasi dan muara dalam berfilsafat. Setinggi-tingginya pengembaraan pikiran dalam berfilsafat masih dalam rangka berspiritual.
       Berfilsafat haruslah dimulai dengan kesadaran. Dengan kesadaran kita dapat mengenal dimensi ruang dan waktu. Misalnya, ini sudah sore, padahal ini siang, makanya kita harus belajar. Orientasi seperti itu adalah orang yang sudah tidak menggunakan kesadarannya. Di dalam berfilsafat, kita bisa bereksperimen memanipulasi ruang dan waktu, misal ketika sedang sholat kita memikirkan ka’bah, artinya kita telah menembus ruang seakan-akan ka’bah ada di sini. Namun secara meterial untuk melihat ka’bah kita harus naik pesawat untuk sampai ke Makkah. Misalnya kata kemarin itu tergantung kapan lamanya, misalnya 1 detik=1000 tahun, maka Plato itu meninggal baru satu detik yang kemarin. Husserr berpendapat supaya bisa menembus ruang dan waktu harus bisa melakukan idealisasi dan abstraksi. Idealisasi yaitu menganggap sempurna sifat yang ada dan abstraksi adalah kodrat, reduksi. Manusia tidak bisa terbebas dari idelisasi dan abtraksi. Contoh reduksi, kita hanya bisa melihat apa yang ada di depan kepalamu, di belakang kepala tidak bisa kita lihat, maka kepala dapat digerak-gerakkan sesuai kehendak kita. Kehendak itu akan membawa kita memandang dari sudut yang kita mau.
      Berbicara mengenai filsafat dan cara berfilsafat yang baik dan benar tentu tidak bisa dipisahkan dari objek kajian filsafat. Objek kajian filsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada. Rene Descrates berpendapat “Engkau ada disitu kalau engkau berfikir dan bertanya”.  Secara filsafat membuktikan mimpi dan kenyataan, jika dengan cara dicubit, di mimpi juga ada rasa sakit. Cara mebuktikannya adalah dengan cara memikirkannya dan aku sedang bertanya. Misal dalam suatu konferensi, Indonesia tidak bertanya, tidak mengemukakan gagasannya maka dalam konferensi itu Indonesia dianggap tidak ada. Dalam kajiannya, objek ada berarti bisa dilihat dan tidak bisa dilihat. Contohnya adalah arwah, apakah arwah ada? Ada, karena saya dapat menulis arwah, saya memikirkan arwah. Padahal kita tidak bisa melihat arwah. Apakah Tuhan ada? Setiap pagi mendengarkan Adzan, tidak Cuma dilihat/didengar tapi dilakukan padahal kita juga tidak bisa melihat Tuhan. Salah satu filsuf terkenal, Immanuel Kant membagi dua kriteria yaitu yang bisa kita lihat, kita pikirkan dengan panca indera (fenomena), yang tidak bisa dipikirkan dan dilihat dengan panca indera (noumena). Contoh noumena : Namun arwah itu tidak bisa dipanca indera. Ada (bisa dilihat), ada (tdk bisa dilihat). Tuhan itu ada, malaikan itu ada tapi tidak bisa dilihat.  Sedangkan contoh fenomena adalah ketika kita sedang belajar menulis menggunakan laptop, itu merupakan fenomena karena kita bisa merasakan, dan orang lain tahu apa yang kita lakukan.
     Berfilsafat itu menjelaskan, karena begitu pentingnya penjelasan. Tidak mungkin jika tidak menggunakan bahasa analog. Bahasa analog mampu mengkomunikasikan unsur-unsur dalam dimensi yang berbeda-beda. Misal kehidupan orang tua dan orang muda memiliki kehidupan yang berbeda namun dapat dikomunikasikan dengan bahasa analog. Kata2 cinta dapat menjadi analog atau bukan. Kalau mencinta umat manusia, kalau diarahkan kepada arah tertentu (satu titik) (bukan). Menggunakan bahasa analog karena kekurangan atau ketidaksempurnaan manusia di dunia ini. Sehingga ada penyakit bahasa, misal: bisa dapat diartikan dapat dan racun. Artinya bahasa itu sakit (punya kelemahan) dilihat dari sisi filsafat, karena satu kata bisa memiliki banyak makna. Banyak makna itu penting agar bisa mengkomunikasikan dimensi yang berbeda. Didaerah pusat kerajaan merupakan Struktur vertikal menggunakan bahasa analog, semakin jauh dari kerajaan bahasanya semakin datar. Dimana ada struktur kekuasaan pasti ada dimensinya. Misal di jogja memiliki nyanyian seorang ksatria membela negara, kalau cilacap nyanyiannya waru doyong, pacul goang (yang dilihat saja, tidak ada struktur hierarkis) strukuturnya horisontal. Sapi manak, wedus manak, bojoku manak. Paham tetntang dimensi ruang dan waktu, sopan dan santun tentang dimensi ruang dan waktu. Filsafat pendidikan matematika, harus sopan dan santun dalam bermatika, dengan mengetahui matematika itu apa. Misal anak kecil ketika akan memasukkan apapun ke mulut disebut “Emplok”, makan apapun jadi dibilang “Ngemplok sego, ngemplok iwak,dll”.  Orang yang bertata krama itu adalah orang yang berilmu, karena tata krama itu adalah ilmu. Contoh analogi yang lain misalnya “bekas rektor”, bekas itu bahasa dimensi rendah apabila naik tingkatan atau dimensinya “mantan rektor” . didalam karakter wayang, merah berarti berani, putih berarti suci, agama Islam identik dengan warna hijau (bahasa analog). Budaya berkembang karena bahasa analog, bahasa analog lebih tinggi dibandingkan bahasa kiasan. Misalnya orang jawa ketika hari raya membuat ketupat yang artinya “lepat” maknanya memohon ampun atas semua kesalahan. Suara adzan artinya istirahat dari bekerja dan segera sholat. Dalm filsafat misal “ada dua batu sedang bercinta” secara teknologi dapat disimulasikan menggunakan film dua pemuda sedang dimabuk asmara, mereka berdua menggunakan cincin dari batu dan keduanya sedang menari. Sehingga dengan menggunakan kamera dapat dishooting dua batu saja yang sedang menari-nari.
      Banyaknya suatu pembagian kriteria dan bermacam-macamnya paham adalah suatu bukti beragamnya cara berfikir dan berpandangan orang maupun kelompok orang. Salah satu pembagia kriteria yang kita kenal adalah metafisika. Aristoteles mengartikan metafisika sebagai “makna dibalik sesuatu”. Contohnya Jilbab secara harfiah adalah penutup mata, namun maknanya adalah kecantikan, spiritual, dll. Angka 4, fisiknya 4, namun metafisiknya adalah angka 4 lebih besar dari 4, 2, dan 1. Contoh lainnya adalah menyanyi islami secara harfiah adalah suatu hiburan namun maknanya adalah untuk berdakwah yaitu mengajak si pendengar mengikuti isi lagu yang dibawakan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar