Tidak mudah bagi para mahasiswa (umumnya) khususnya bagi saya
untuk mempelajari filsafat. Mata kuliah filsafat mata kuliah yang baru pertama
kali saya tempuh, karena pada jenjang pendidikan sebelumnya saya belum pernah
mempelajari mata kuliah atau mata pelajaran filsafat. Awalnya saya hanya
bertanya kepada ayah saya, “Pak, filsafat
niku mempelajari nopo to?”(dalam bahasa Jawa). Dari pertanyaan saya
tersebut, bapak saya menjawab, “Kae nduk,
pokoke nek arep nerangke gelas, iso tok delok seko sudut pandang sik bedo-bedo.
Misale gelas kui alat kanggo wadah banyu, utawa gelas kui perabot rumah tangga
sebangsa piring dan garpu”. Menanggapi jawaban ayah saya dipikiran saya
terbersit filsafat itu mempelajari definisi tentang suatu hal yang dilihat dari
berbagai macam sudut pandang penglihatannya, rumit, dan jawabannya tidak pasti
itulah filsafat menurut saya dulu. Pemikiran saya tentang filsafat yang tidak
pasti jawabannya karena notabennya saya mempelajari matematika yang jawabannya
pasti, misalnya saja 1+1=2 hal ini sangat berlawanan dengan definisi filsafat
yang saya miliki pertama kali.
Namun, setelah mempelajari filsafat
dalam perkuliahan pertama saya. Objek kajian adalah yang ada dan yang mungkin.
Yang ada berupa fakta dan yang mungkin ada adalah potensi. Potensi biasanya
dapat diwujudkan sebagai suatu cita-cita. Sebelum saya menulis artikel ini,
artikel ini adalah sebuah cita-cita, artikel ini masih berada di angan-angan
saya, belum dalam kejadian yang benar-benar terjadi. Tetapi tahukah, setelah
saya menuliskan huruf “K” untuk
mengawali tulisan ini, bukan lagi dapat kita sebut sebagai cita-cita, melainkan
sebuah fakta yang belum sepenuhnya menjadi fakta. Ketika saya menuliskan huruf “KE” artikel ini adalah sebuah fakta
yang tingkatannya lebih tinggi dibanding ketika saya menuliskan “K” saja. Dan ketika saya menulikan “KES” artikel ini tetap menjadi fakta
yang tingkatannya lebih tinggi dibandingkan saat saya menuliskan “K” dan “KE” begitu seterusnya, hingga saya mengakhiri artikel ini dengan
menuliskan “.” Artikel ini adalah sebuah fakta.
Dari contoh di atas, sangat mudah kita
artikan seperti apa kejadian-kejadian yang termasuk cita-cita dan seperti apa
kejadian yang termasuk fakta. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari, kita
serigkali tak mampu memilah-milah keadaan atau kejadian mana yang merupakan
fakta dan keadaan yang sebenarnya hanya berlangsung dalam khayalan atau
imajinasi daya pikir kita atau yang seringkali kita sebut sebagai cita-cita.
Berdasarkan materi perkuliahan filsafat minggu lalu, Bapak Marsigit
menyampaikan metode hidup dibagi menjadi dua yaitu fakta dan potensi. Lalu
apakah potensi dan cita-cita merupakan suatu hal yang sama?
Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, potensi adalah kemampuan yang
memungkinkan dapat dikembangkan, kesanggupan untuk berbuat atau melakukan
sesuatu, daya, sesuatu yang dipandang dapat menghasilkan (menguntungkan),
sedangkan cita-cita adalah keinginan, angan-angan, kehendak yang selaluada
dalam pikiran, tujuan yang sempurna akan dicapai atau dilaksanakan. Berdasarkan
pengertian potensi dan cita-cita di atas, apakah anda apakah potensi termasuk
cita-cita? Apakah potensi merupakan himpunan bagian dari cita-cita?
Menurut saya “YA”, mari belajar dari contoh “Sejak
kecil Ibnu pandai bermain gitar” ini merupakan suatu potensi. Setiap orang
yang memiliki potensi, (kemampuan yang memungkinkan dapat dikembangkan). Dari
kata-kata memungkinkan dapat dikembangkan, berarti sesorang yang memiliki
potensi memiliki “keinginan, angan-angan, kehendak yang ada dalam pikiran”. Hal
ini sesuai dengan definisi cita-cita. “Ibnu
ingin menjadi seorang komposer lagu” ini merupakan cita-cita. Sama halnya
bila “Ibnu tidak ingin mengembangkan
kepandaiannya bermain gitar karena ibunya tidak menyukai bakatnya ini”,
inipun juga merupakan suatu cita-cita. Jadi, setiap ada potensi pasti ada
cita-cita, entah itu cita-cita untuk mengembangkan dan mempertahankan, atau
cita-cita untuk menghilangkan dan melupakan.
|
Dihubungkan
dengan apa yang sedang kita pelajari sekarang, yaitu filsafat. Berdasarkan
salah satu sumber dari internet yang saya ambil, filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang
merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan.
Setelah
mengetahui objek kajian filsafat, perlu bagi kita untuk mempelajari macam-macam
aliran filsafat beserta tokoh-tokohnya. Salah satu diantaranya adalah, aliran
filsafat Foundationalisme, Formalisme, Intuisionisme, dan Dualisme. Sedangkan
penjelasannya akan dituliskan sebagai berikut :
a. Fondasionalisme
Jika kita membaca buku, bagaimana kita bisa mempercayai yang
tertulis di buku itu. Kita membutuhkan penjelasan bahwa penulisnya kompeten dan
mereka sangat ahli. Bagaimana kita bisa tahu mereka sangat ahli? Kita dapat
mengatakan bahwa kita mengenal salah satu dari penulis buku itu dan dapat
dipercaya. Mengapa dapat dipercaya? Kita bisa menjawab dari perilaku
kesehariannya. Jika tidak diSTOP pertanyaan mengenai hal ini tidak akan ada
habisnya.Fondasionalisme adalah teori pembenaran yang menyatakan bahwa suatu
klaim kebenaran pengetahuan untuk dapat dipertanggungjawabkan secara rasional
perlu didasarkan atas suatu fondasi atau basis yang kokoh, yang jelas dengan
sendirinya, tak dapat diragukan lagi kebenarannya, dan tak memerlukan koreksi
lebih lanjut. Para penganut teori ini membedakan antara dua kepercayaan dalam
pembenaran. Yaitu kepercayaan dasar dan kepercayaan simpulan.
·
Kepercayaan
Dasar
Kepercayaan
dasar adalah kepercayaan yang sudah jelas dengan sendirinya, sehingga dapat
digunakan sebagai fondasi bagi kepercayaan-kepercayaan lain yang bersifat
simpulan.
·
Kepercayaan
Simpulan
Kepercayaan
simpulan adalah kepercayaan yang disimpulkan dari satu atau lebih kepercayaan
dasar.
b. Intuisionisme
Kapan kita bisa membedakan besar dan kecil, jika kita tidak
bisa mengatakan kapan, kita termasuk golongan intuisinisme, tidak memakai
permulaan. Begitu pula dengan kapan kita bisa membedakan laki-laki dan
perempuan. Maka banyak sekali hal-hal yang kita tidak tahu kapan dimulainya,
itulah yang disebut dengan intuisionisme. Apakah kita mengerti angka 2 setelah
mengerti angka 1? Apakah setelah belajar di perguruan tinggi? Apakah mengerti
setelah didefinisikan? Jawabannya TIDAK. Pemahaman kita tentang 2 itulah yang
disebut intuisi, karena sejak kecil kita telah dibiasakan dengan “mata saya
dua, kaki saya dua, telinga saya dua, dll”.
c. Dualisme
Dualisme adalah konsep filsafat yang
menyatakan ada dua substansi. Dalam pandangan tentang hubungan antara jiwa dan
raga, dualisme mengklaim bahwa fenomena mental adalah entitas non-fisik. Contoh
dari dualisme adalah pandangan tentang baik
dan buruk, manusia duuiuiciptakan hanya laki-laki dan perempuan, tidak ada 80 %
laki-laki, 20% perempuan, hal ini sesuai dengan kitabnya/ayatnya. Banci itu
sebenarnya hanya pengaruh pikiran kita saja, cerita Amerika(transgender) yang
memutuskan dirinya ingin menjadi laki-laki. Jika kita berusaha memeluk Agama
Islam secara Kaffah, maka kita harus yakin bahwa tidak ada transgender, yang
ada hanya laki-laki maupun perempuan. Contoh lain dualisme adalah habluminannas,
habluminallah, sebagai makluk sosial maupun makhluk Tuhan. Hanya Tuhan ( Kaum
Fatal), hanya manusia saja (Kaum Fital). Hidup itu hanya jarak antara Fatal dan
Fital. Berdoalah seakan-akan kamu akan mati nanti, berusahalah kamu masih akan
hidup 1000 tahun lagi.
Kita tidak hanya penganut formalisme, intuisionisme, ataupun
dualisme saja. Tetapi kita itu menganut berbagai macam aliran, yaitu menganut
formalisme sekaligus intuisionisme sekaligus dualisme sekaligus
fondasionalisme, dll.
Sebagai makhluk hidup, kita tidak mungkin
selamanya berada pada tempat yang sama, kedudukan yang sama, dan pada keadaan
yang sama. Sesungguhnya setiap hal yang kita lakukan dalam kehidupan ini selalu
menembus dimensi ruang dan waktu, atau dengan kata lain kita selalu berada pada
tempat, waktu, dan keadaan yang berbeda, inilah yang dinamakan dengan menembus
ruang dan waktu.
Membahas
mengenai menembus ruang dan waktu, seseorang yang hebat bukanlah seseorang yang
memiliki tubuh kekar, juru pukul, bodyguard, dll tetapi seseorang yang hebat
adalah seseorang yang bisa menembus ruang dan waktu. Tuhan menciptakan manusia
dengan dimensi yang lengkap yaitu dimensi material, dimensi formal, dimensi
normatif, dan dimensi spiritual, penjelasan mengenai dimensi-dimensi tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Dimensi
material
Contoh
terjun dari pesawat dengan parasut hal ini dapat dikatakan menembus udara.
b. Dimensi
formal
Contohnya
dokumen SK Profesor, kenaikan pangkat, pengangkatan jabatan, Ijazah (Surat
Keterangan Kelulusan), dll.
c. Dimensi normatif
Contohnya
pikiranku menembus ruang. Misalnya kita berpikir sedang berada di Melbourne,
padahal badan kita sedang tidak berada di Melbourne, tetapi pikiran kita sudah
sampai di Melbourne.
d. Dimensi
spiritual
Contohnya
kekuatan, dan kecepatan doa sangatlah tinggi.
Secara aksiomatis ruang adalah sesuatu
yang memiliki dimensi (misal ruang dimensi dua, dimensi tiga, ruang sampel,
ruang vektor, dll). Ruang dalam filsafat dalam wujud normatif, misalnya
menembus dikenalnya dirimu di kampungmu, tidak bisa dikalahkan oleh siapapun,
dan tidak bisa dibandingkan dengan orang lain.
Untuk bisa memahami ruang kita
menggunakan, sebaliknya untuk memahami waktu kita menggunakan ruang. Misalnya
jam (ruang) menunjukkan waktu, jika kita melihat luar kita bisa mengerti ini
siang atau malam, dll.
Berikut ini
ada metodologi untuk menembus ruang dan waktu :
1. Pemahaman
kita tentang fenomenologi
Tokoh
Husserr, ada dua macam yaitu idealisasi (menganggap sempurna sifat yang ada)
dan abstraksi (kodrat, reduksi). Maka supaya bisa menembus ruang dan waktu
harus bisa melakukan idealisasi dan abstraksi. Manusia tidak bisa terbebas dari
idelisasi dan abtraksi. Contoh reduksi, kita hanya bisa melihat apa yang ada di
depan kepalamu, di belakang kepala tidak bisa kita lihat, maka kepala dapat
digerak-gerakkan sesuai kehendak kita. Kehendak itu akan membawa kita memandang
dari sudut yang kita mau.
2. Pemahaman
tentang fondationalisme dan antifondationalism (intuisi)
a. Fondationalisme
Jika
kita membaca buku, bagaimana kita bisa mempercayai yang tertulis di buku itu.
Kita membutuhkan penjelasan bahwa penulisnya kompeten dan mereka sangat ahli.
Bagaimana kita bisa tahu mereka sangat ahli? Kita dapat mengatakan bahwa kita
mengenal salah satu dari penulis buku itu dan dapat dipercaya. Mengapa dapat
dipercaya? Kita bisa menjawab dari perilaku kesehariannya. Jika tidak diSTOP
pertanyaan mengenai hal ini tidak akan ada habisnya.Fondasionalisme adalah
teori pembenaran yang menyatakan bahwa suatu klaim kebenaran pengetahuan untuk
dapat dipertanggungjawabkan secara rasional perlu didasarkan atas suatu fondasi
atau basis yang kokoh, yang jelas dengan sendirinya, tak dapat diragukan lagi
kebenarannya, dan tak memerlukan koreksi lebih lanjut. Para penganut teori ini
membedakan antara dua kepercayaan dalam pembenaran. Yaitu kepercayaan dasar dan
kepercayaan simpulan.
·
Kepercayaan
Dasar
Kepercayaan
dasar adalah kepercayaan yang sudah jelas dengan sendirinya, sehingga dapat
digunakan sebagai fondasi bagi kepercayaan-kepercayaan lain yang bersifat simpulan.
·
Kepercayaan
Simpulan
Kepercayaan
simpulan adalah kepercayaan yang disimpulkan dari satu atau lebih kepercayaan
dasar.
b. Intuisionisme (Anti Fondationalisme)
Kapan
kita bisa membedakan besar dan kecil, jika kita tidak bisa mengatakan kapan,
kita termasuk golongan intuisinisme, tidak memakai permulaan. Begitu pula
dengan kapan kita bisa membedakan laki-laki dan perempuan. Maka banyak sekali
hal-hal yang kita tidak tahu kapan dimulainya, itulah yang disebut dengan
intuisionisme. Apakah kita mengerti angka 2 setelah mengerti angka 1? Apakah
setelah belajar di perguruan tinggi? Apakah mengerti setelah didefinisikan?
Jawabannya TIDAK. Pemahaman kita tentang 2 itulah yang disebut intuisi, karena
sejak kecil kita telah dibiasakan dengan “mata saya dua, kaki saya dua, telinga
saya dua, dll”.
Berbicara
tentang menembus ruang dan waktu, terbersit dalam pikiran saya adalah mengejar
cita-cita, berusaha mendapatkan apa yang ingin kita dapatkan, apa yang ingin
kita lakukan, dan apa yang ingin kita peroleh. Untuk itu tidak kita pungkiri
lagi sebagai makhluk yang memiliki hasrat, pasti manusia memiliki tujuan hidup
(keinginan) untuk masa depannya. Namun tidaklah mudah untuk melakukan semua
itu, perlu suatu strategi-strategi khusu untuk mencapainya. Selain strategi
khusus, banyak sekali faktor yang mempengaruhi ketercapaian apa yang kita
citakan, diantaranya adalah :
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah dorongan dalam diri yang berupa
minat, bakat, sehingga dapat meimilih bidang apa yang akan dikembangkan untuk
mencapai kesuksesan. Contohnya keinginan untuk menjadi seorang profesor
pendidikan matematika, keinginan ini harus disesuaikan juga dengan bidang
pendidikan yang kita tempuh, dan keahlian yang kita miliki.
b. Faktor Eksternal
Faktor
eksternal adalah dorongan dari luar (lingkungan). Misalnya dorongan dari orang
tua, teman sejawat, saudara, dll. Maka tidaklah salah bagi orang Jawa yang
mengatakan “Ojo Cedhak Kebo Gupak”, yang artinya kita harus selektif dalam
memilih teman, yaitu teman yang bisa memberikan dorongan kepada kita untuk
mencapai apa yang kita cita-citakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar