Sebagai
manusia haruslah kita meyakini bahwa ada suatu Dzat yang menciptakan apa yang
ada dan yang mungkin ada di dunia ini. Dzat itu adalah Allah. Seiring
berjalannya waktu, sejak kita lahir hingga dewasa ini, tentulah kita ingin
menjadikan diri kita sebagai manusia Islam yang Kaffah. Kesempurnaan atau
kekaffahan inilah dapat dilihat dari usaha kita untuk selalu mendekatkan diri
kepada sang pencipta. Salah satu usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah
yaitu melalui usaha untuk meningkatkan kualitas ibadah kita.
Segala sesuatu yang menyangkut kita dan
Allah adalah urusan yang menyangkut hati. Siapa yang tahu isi hati seseorang?
Tentulah hanya orang itu yang tahu. Kecintaannya kepada Allah, besarnya usaha
yang ia lakukan kepada Allah, janjinya kepada Allah, dll hanya pribadi manusia
itu sendiri yang tahu. Berbicara masalah kepribadian, bapak Marsigit pernah
berkata “Kepribadian itu seperti topeng, tidak akan ada yang tahu kepribadian
kita walaupun orang yang paling dekat dengan kita sekalipun”. Maka untuk
meningkatkan kualitas ibadah kita, harus diawali dari niat yang tulus dari
dalam hati dan niat yang lurus dari dalam hati. Janganlah sampai niat kita itu
dinodai dengan kesombongan dan keangkuhan, jangan sampai niat kita untuk
mendekatkan diri kepada Allah itu hanyalah topeng agar orang lain menilai kita
adalah orang yang khusuk. Sebenar-benarnya orang yang sudah merasa dirinya
khusyuk maka ia dan pikirannya sudah dipengaruhi mitos. Mitos telah membutakan
hatinya, telah membengkokkan hatinya. Salah satu cara agar kita terhindar dari
belenggu mitos adalah ikhlas. Memang ikhlas sangatlah gampang diucapkan, namun
suatu hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Kesulitan inilah yang
mengakibatkan kita membutuhkan seorang guru, baik guru spiritual, guru secara psikologis,
guru secara jasmaniah, dll.
Masih dalam perjuangan untuk menggapai
ikhlas. Masing-masing ada gurunya. Misalnya: filsafat ada gurunya, matematika
ada gurunya, berbicara ada gurunya, mencari keikhlasanpun juga ada gurunya Jika
kita mau mempelajari spritual carilah guru yang tidak hanya mampu menunjuki
tapi bisa membimbing dunia dan akhirat.
Ada
sebuah cerita tentang Rosulullah dan sahabat-sahabatnya.
Suatu
ketika Rosulullah dikerumuni oleh para sahabat, satu dari para sahabat
bertanya, “Wahai Rosul, sebenar-benarnya
saya ingin tanya kepada rosulullah, saya ingin tanya sebenarnya wajah
rosulullah itu seperti apa?” Rosulullah menjawab, “Jikalau kau ingin melihat wajahku, maka tengoklah lubang telinga anak
saya”. Para sahabat menghampiri putra Rosulullah dan berkata, “Gelap, tidak ada apa-apanya”. Tetapi ada
satu sahabat rosulullah Abu Bakar As Shidiq yang tidak ikut menengok telinga
dari putra Rosulullah. Ternyata Abu Bakar As Shidiq tersebut menjawab, “Ketika aku makan, tidur, dan melakukan
kegiatan apa saja, bahwa sebenarnya saya sedang memandang wajahmu ya Rosul”.
Dari kisah tersebut, Abu Bakar As Shidiq
melihat wajah Rosulullah sebagai Nur Muhammad atau sinar Muhammad. Dan pada
zamannya ia memiliki murid atau pengikut-pengikut yang belajar kepadanya. Maka
sebenarnya setiap zaman telah Allah ciptakan guru-guru atau ahli-ahli dalam
berbagai macam bidang. Maka jika kita ingin meningkatkan kualitas diri dengan
cara mendekatkan diri kepada Allah, hendaknya kita mencari guru spirutual. Yang
bisa menentukan siapa guru spiritual adalah diri kita masing-masing, karena
masalah spiritual adalah masalah pribadi dan menyangkut hati. Banyaknya guru
spiritual di muka bumi ini, menyebabkan adanya berbagai macam pendapat,
pendapat inilah yang akan menciptakan suatu aliran. Masing-masing aliran
memiliki ciri dan karakteristiknya masing-masing. Namun seharusnya diantara
masing-masing aliran hendaknya saling menghormati pendapat. Janganlah suatu
perbedaan dijadikan sebagai ajang untuk saling menjatuhkan, mempengaruhi, dan
mencari kelemahannya masing-masing.
Sebagai manusia yang hidup bukan di zaman
Rosulullah hidup, kita wajib mempercayai dan meneladani sifat-sifat Rosulullah.
Cara meneladani dan meyakininya bisa
dikiaskan seperti saat kita bernafas. Kita tidak bisa melihat seperti apa
udara, warnanya udara seperti apa, jernih atau keruh, dsb. Tetapi setiap detik
setiap saat kita selalu membutuhkan udara, kita selalu menghirup udara tanpa
kita tahu bentuknya seperti apa. Dari sinilah dapat dipelajari bahwa kita tidak
perlu memandang wajah Rosulullah secara leterleg (nyata), tetapi pandanglah
wajahnya sebagai cahaya yang selalu menerangi langkah kita untuk mendekatkan
diri kepada Allah. Pandanglah keteladanannya melalu berbagai sumber seperti Al
Quran dan hadis. Untuk mempelajari sumber-sumber ini tentulah kita tidak
mungkin sendiri, carilah guru spiritual di muka bumi ini yang sesuai dengan
hati kita, sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar