Rabu, 16 Januari 2013

Meningkatkan Kualitas Beribadah Oleh : Eka Sulistyawati (09301244002)


Sebagai manusia haruslah kita meyakini bahwa ada suatu Dzat yang menciptakan apa yang ada dan yang mungkin ada di dunia ini. Dzat itu adalah Allah. Seiring berjalannya waktu, sejak kita lahir hingga dewasa ini, tentulah kita ingin menjadikan diri kita sebagai manusia Islam yang Kaffah. Kesempurnaan atau kekaffahan inilah dapat dilihat dari usaha kita untuk selalu mendekatkan diri kepada sang pencipta. Salah satu usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah yaitu melalui usaha untuk meningkatkan kualitas ibadah kita.
      Segala sesuatu yang menyangkut kita dan Allah adalah urusan yang menyangkut hati. Siapa yang tahu isi hati seseorang? Tentulah hanya orang itu yang tahu. Kecintaannya kepada Allah, besarnya usaha yang ia lakukan kepada Allah, janjinya kepada Allah, dll hanya pribadi manusia itu sendiri yang tahu. Berbicara masalah kepribadian, bapak Marsigit pernah berkata “Kepribadian itu seperti topeng, tidak akan ada yang tahu kepribadian kita walaupun orang yang paling dekat dengan kita sekalipun”. Maka untuk meningkatkan kualitas ibadah kita, harus diawali dari niat yang tulus dari dalam hati dan niat yang lurus dari dalam hati. Janganlah sampai niat kita itu dinodai dengan kesombongan dan keangkuhan, jangan sampai niat kita untuk mendekatkan diri kepada Allah itu hanyalah topeng agar orang lain menilai kita adalah orang yang khusuk. Sebenar-benarnya orang yang sudah merasa dirinya khusyuk maka ia dan pikirannya sudah dipengaruhi mitos. Mitos telah membutakan hatinya, telah membengkokkan hatinya. Salah satu cara agar kita terhindar dari belenggu mitos adalah ikhlas. Memang ikhlas sangatlah gampang diucapkan, namun suatu hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Kesulitan inilah yang mengakibatkan kita membutuhkan seorang guru, baik guru spiritual, guru secara psikologis, guru secara jasmaniah, dll.
      Masih dalam perjuangan untuk menggapai ikhlas. Masing-masing ada gurunya. Misalnya: filsafat ada gurunya, matematika ada gurunya, berbicara ada gurunya, mencari keikhlasanpun juga ada gurunya Jika kita mau mempelajari spritual carilah guru yang tidak hanya mampu menunjuki tapi bisa membimbing dunia dan akhirat.
Ada sebuah cerita tentang Rosulullah dan sahabat-sahabatnya.
Suatu ketika Rosulullah dikerumuni oleh para sahabat, satu dari para sahabat bertanya, “Wahai Rosul, sebenar-benarnya saya ingin tanya kepada rosulullah, saya ingin tanya sebenarnya wajah rosulullah itu seperti apa?” Rosulullah menjawab, “Jikalau kau ingin melihat wajahku, maka tengoklah lubang telinga anak saya”. Para sahabat menghampiri putra Rosulullah dan berkata, “Gelap, tidak ada apa-apanya”. Tetapi ada satu sahabat rosulullah Abu Bakar As Shidiq yang tidak ikut menengok telinga dari putra Rosulullah. Ternyata Abu Bakar As Shidiq tersebut menjawab, “Ketika aku makan, tidur, dan melakukan kegiatan apa saja, bahwa sebenarnya saya sedang memandang wajahmu ya Rosul”.
      Dari kisah tersebut, Abu Bakar As Shidiq melihat wajah Rosulullah sebagai Nur Muhammad atau sinar Muhammad. Dan pada zamannya ia memiliki murid atau pengikut-pengikut yang belajar kepadanya. Maka sebenarnya setiap zaman telah Allah ciptakan guru-guru atau ahli-ahli dalam berbagai macam bidang. Maka jika kita ingin meningkatkan kualitas diri dengan cara mendekatkan diri kepada Allah, hendaknya kita mencari guru spirutual. Yang bisa menentukan siapa guru spiritual adalah diri kita masing-masing, karena masalah spiritual adalah masalah pribadi dan menyangkut hati. Banyaknya guru spiritual di muka bumi ini, menyebabkan adanya berbagai macam pendapat, pendapat inilah yang akan menciptakan suatu aliran. Masing-masing aliran memiliki ciri dan karakteristiknya masing-masing. Namun seharusnya diantara masing-masing aliran hendaknya saling menghormati pendapat. Janganlah suatu perbedaan dijadikan sebagai ajang untuk saling menjatuhkan, mempengaruhi, dan mencari kelemahannya masing-masing.
      Sebagai manusia yang hidup bukan di zaman Rosulullah hidup, kita wajib mempercayai dan meneladani sifat-sifat Rosulullah.  Cara meneladani dan meyakininya bisa dikiaskan seperti saat kita bernafas. Kita tidak bisa melihat seperti apa udara, warnanya udara seperti apa, jernih atau keruh, dsb. Tetapi setiap detik setiap saat kita selalu membutuhkan udara, kita selalu menghirup udara tanpa kita tahu bentuknya seperti apa. Dari sinilah dapat dipelajari bahwa kita tidak perlu memandang wajah Rosulullah secara leterleg (nyata), tetapi pandanglah wajahnya sebagai cahaya yang selalu menerangi langkah kita untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pandanglah keteladanannya melalu berbagai sumber seperti Al Quran dan hadis. Untuk mempelajari sumber-sumber ini tentulah kita tidak mungkin sendiri, carilah guru spiritual di muka bumi ini yang sesuai dengan hati kita, sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar